Tidak diragukan lagi bahwa prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan
diamalkan oleh setiap muslim ada tiga, yaitu; (1) mengenal Allah Azza wa
Jalla, (2) mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya [4], dan (3)
mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengenal
agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini dan
padanya terdapat tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Setiap
tingkatan mempunyai rukun sebagai berikut:
Tingkatan Pertama: Islam
Islam memiliki lima rukun, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
melainkan hanya Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah utusan Allah.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa di bulan Ramadhan.
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu menuju ke sana.
Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ;
َاْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ،
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ
سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke
sana.” [5]
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ.
“Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.” [6]
Tingkatan Kedua: Iman
Definisi iman menurut Ahlus Sunnah mencakup perkataan dan perbuatan,
yaitu meyakini dengan hati, meng-ikrarkan dengan lisan dan mengamalkan
dengan anggota badan, dapat bertambah dengan ketaatan dan dapat
berkurang dengan sebab perbuatan dosa dan maksiyat.
Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana terdapat dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً،
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ
اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh
cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah,
dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan,
dan malu adalah salah satu cabang iman.” [7]
Rukun Iman ada enam, yaitu:
1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada takdir yang baik dan buruk.
Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar
bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam jawaban Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam atas pertanyaan Malaikat Jibril Alaihissallam tentang
iman, yaitu:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ،
وَالْيَوْمِ اْلآخِِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya,
Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik
dan buruk.” [8]
Tingkatan Ketiga: Ihsan
Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa
Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam kisah
jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jibril Alaihissallam
ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” [9]
Tidak ragu lagi, bahwa makna ihsan secara bahasa adalah memperbaiki amal
dan menekuninya, serta mengikhlaskannya. Sedangkan menurut syari’at,
pengertian ihsan sebagaimana penjelasan Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam :
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Maksudnya, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan
ihsan dengan memperbaiki lahir dan batin, serta menghadirkan kedekatan
Allah Azza wa Jalla, yaitu bahwasanya seakan-akan Allah berada di
hadapannya dan ia melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi
rasa takut, cemas, juga pengagungan kepada Allah Azza wa Jalla, serta
mengikhlaskan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperbaikinya
dan mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan
menyempurnakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar